Nasida Ria Lebih Progresif Daripada Pemuda Desa

doni
3 Mei 2025 11:08
Opini 0 60
7 menit membaca

oleh: Ahmad Romdoni

Saya yakin, para sepuh, atau senior-lah, pasti mengenal Nasida Ria. Grup kasidah legendaris ini didirikan pada tahun 1975 di Semarang oleh KH. Muhammad Zain, ahli qira’ah tingkat nasional sekaligus pegawai Departemen Agama dan KH. Ahmad Bukhori Masruri. Tiga tahun setelah didirikan, Nasida Ria akhirnya masuk dapur rekaman. Album pertama hingga keempat, Nasida Ria membawakan lagu-lagu berbahasa Arab. Mulai album kelima, Nasida Ria mulai membawakan lagu berbahasa Indonesia.

Dan lagu-lagu berbahasa Indonesia yang disenandungkan Nasida Ria sarat kritik sosial. Meski seluruh personelnya adalah ibu-ibu alias emak-emak, namun kritik atas tatanan sosial, hukum, bahkan lingkungan hidup dibawakan dengan sangat apik. Lagu-lagu Nasida Ria jauh melampaui zaman. Bahkan, lagu-lagu Nasida Ria seperti sukses meramalkan apa yang terjadi sekarang.

Lagu berjudul “Keadilan” merupakan lagu fenomenal karena menyampaikan kritik atas penegakkan hukum secara anekdotal. Lagu ciptaan KH. Ahmad Bukhori Masruri itu mengemas kritik penegakkan hukum dengan menganalogikan keluarga sebagai subjek. Si adik adalah terdakwa, pelanggar hukum; kakaknya adalah saksi; sementara sang paman menjadi jaksa atau penuntut umum; dan ayah adalah hakim yang mengadili. Sedangkan ibu, adalah pengacara yang akan selalu gigih membela. Namun meski pun dalam lingkup keluarga, yang salah tetap diputus bersalah.

Skema itu menunjukkan kepada kita bahwa keadilan tidak mengenal sistem kekeluargaan. Lagu itu juga mengajarkan kita bahwa kebenaran harus dijunjung tinggi. Saya salut dan takzim pada KH. Ahmad Bukhori Masruri yang menciptakan lagu dengan lirik yang amat dahsyat. Hebatnya, lagu yang diciptakan tahun 1995 itu tetap relevan hingga sekarang.

Lagu Nasida Ria lain yang diciptakan KH. Ahmad Bukhori Masruri berjudul “Tahun 2000“. Lagu ini pun sangat memukau. Diawali dengan mengingatkan pemuda dan remaja untuk menyiapkan diri menyongsong tahun 2000. Pemuda dan remaja harus siap ilmu dan iman. Siap ilmu berarti siap menghadapi tantangan zaman. Sedangkan siap iman berarti siap untuk tidak larut dalam kemajuan zaman.

Yang lebih spektakuler, lagu “Tahun 2000” diciptakan tahun 1982, tapi lagu itu seperti ramalan jitu. Pada lirik lagu itu menggambarkan bahwa tahun 2000, segala pekerjaan akan dikerjakan mesin. Makan, minum, bahkan tidur ditemani mesin. Dan bukankah itu terjadi? Sungguh visioner sekali Mbah KH. Ahmad Bukhori Masruri ini. Berikut penggalan lirik lagu “Tahun 2000” yang menurut saya, keren sekali!

Penduduk makin banyak, sawah ladang menyempit Mencari nafkah makin sulit
Tenaga manusia banyak diganti mesin
Pengangguran merajalela
Sawah ditanami gedung dan gudang
Hutan ditebang jadi pemukiman
Langit suram udara panas
akibat pencemaran

Speechless, bukan? Lagu “Tahun 2000” sukses melintasi zaman. Lagu itu terbukti benar. Dan di luar itu, lagu “Tahun 2000” membuktikan bahwa Nasida Ria adalah grup musik, yang meski digawangi emak-emak, namun sangat progresif. Dengan lugas mengkritik realitas sosial tentang kepadatan penduduk, membludaknya pengangguran, serta pencemaran lingkungan.

Lagu-lagu Nasida Ria bernadakan protes atas ketidakadilan dan segala bentuk kerusakan serta pengrusakan. Ini sepertinya karena pengarang lagu-lagu Nasida Ria adalah ulama-ulama dengan tingkat kealiman yang luar biasa. Melalui lagu, ulama-ulama melaksanakan perintah agama untuk melawan kemungkaran.

Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).

Islam memang agama yang mendorong protes dan perlawanan atas ketidakadilan. Protes itu merupakan bentuk amar makruf nahi munkar. Bagaimana pun, kebatilan harus dilawan. Bukankah Islam menghendaki adanya keadilan sosial? Bukankah Islam sangat berpihak pada mereka yang lemah, yang teraniaya, dan yang terzalimi, yang dalam terminologi Islam disebut kaum mustad’afin.

Islam bahkan menyeru agar kita membantu atau berada di pihak kaum mustad’afin. Kita diminta untuk tidak diam saat terjadi kebatilan, kesewenangan, dan penindasan. Oleh karena itu pula, Ali Syri’ati (1996) menyebut Islam sebagai agama protes. Agama yang menghendaki adanya perlawanan atas segala kesenjangan.

Eko Prasetyo dalam buku Tafsir Progresif Al-Ashr (2020) mengatakan bahwa turunnya surat-surat dalam Al-Qur’an terdiri dari periode Mekah dan Madinah. Periode Mekkah awal, beberapa surat secara terang-terangan memberikan kritik pada tatanan sosial. Surat-surat itu diantaranya surat Al-Ashr, Al-Maun, At-Takatsur, dan beberapa lainnya.

Kembali ke Nasida Ria. Lagu lainnya, berjudul “Perdamaian“. Lagu ini mengkritik kanibalisme manusia yang hobi menyerang sesama. Saking populernya lagu ini, band Gigi sampai me-remake-nya. Lirik lagu “Perdamaian” menyampaikan adanya paradoks tentang perilaku manusia. “Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai”. Itulah paradoks manusia. Di satu sisi gembar-gembor mencintai perdamaian, tapi pada sisi lain, selalu membuat pertikaian hingga peperangan. Lagu ini pun sama diciptakan KH. Ahmad Bukhori Masruri.

Lagu lain bertema perdamaian yang juga ciptaan beliau adalah “Damailah Palestina“. Bayangkan, Nasida Ria tidak hanya peduli Indonesia, tetapi juga peduli dengan perdamaian dunia. Lagu berjudul “Kebaikan Tanpa Sekat” adalah lagu anti rasialime, ini adalah lagu tentang humanisme. Lagu yang sejalan dengan sila kedua pada Pancasila: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Di bawah ini penggalan liriknya.

Berbuat baik tanpa memandang agama
Berbuat baik tanpa memandang suku bangsa
Saat kau bisa melakukan kebaikan
Jangan mengharap imbalan dari Tuhan

Masih banyak lagu Nasida Ria lainnya yang memuat kritik sosial, hukum, lingkungan, hingga politik. Lagu seperti “Demokrasi”, “Dunia Dalam Berita”, “Wartawan Ratu Dunia”, “Musuh Dalam Selimut“, hingga “Bom Nuklir“, dan tentu banyak lagu lainnya menunjukkan Nasida Ria dan pasti para pencipta lagunya adalah orang-orang yang memiliki pemikiran progresif dan futuristik.

Bayangkan, pada tahun-tahun itu, Nasida Ria bahkan sudah membicarakan tentang enviromental ethics (etika lingkungan hidup). Lagi berjudul “Desaku Indah” dan “Nasib Desaku“, berisikan lirik tentang keindahan desa yang rusak akibat pencemaran lingkungan. Di bawah ini saya tuliskan sebagian lirik dari lagu “Desaku Indah“.

Hutan lebat jangan kaugunduli
Air udara jangan kaucemari
Dan usahakan selalu
Ridho Allah padamu
Agar bencana alam tak menimpamu

Sedangkan di bawah ini penggalan lirik lagu “Nasib Desaku

Tangan usil yang merusakmu
Keadaan zaman yang menghendakimu
Pemandanganmu tak seindah dulu
Pencemaran telah melanda desaku
Jagalah keindahan desamu
Hijaukanlah kembali alammu
Jernihkanlah kembali airmu

Dua lagu Nasida Ria yang terakhir saya ulas bertemakan desa. Ini saya sesuaikan dengan judul tulisan ini. Nasida Ria, yang diisi ibu-ibu dan dibesut para ulama, lantang bersuara mengkritik ketidakadilan, pengrusakan lingkungan, dan kesenjangan sosial. Melalui musik genre kasidah, Nasida Ria menunjukkan kejengahan atas segala ketimpangan. Bahkan, sudah mengkhawatirkan keadaan desa yang kian rusak dan nestapa.

Dan melihat kondisi pemuda desa saat ini, sungguh kalah jauh dibandingkan dengan Nasida Ria. Kaum muda desa tidak punya nyali, dan cenderung merasa tidak memiliki tanggung jawab sosial. Pemuda desa tidak peduli dengan kesenjangan, kemiskinan, dan ketidakadilan yang menimpa masyarakat desa. Tidak juga belajar banyak hal padahal makin hari lapangan kerja semakin sulit dicari.

Malah ada kaum muda desa yang memilih menjadi hamba penguasa. Ia merapat ke kursi penguasa lalu duduk bersanding dan bersenda gurau “bagaikan raja dan permaisuri” sebagaimana lirik pada lagu “Pengantin Baru“. Keberadaan kaum muda di lingkaran kuasa desa bukan untuk menyampaikan aspirasi warga, apalagi mewakili kepentingannya. Keberadaan kaum muda di circle penguasa desa semata-mata hanya karena tidak tahan goda.

Kebanyakan kaum muda diam saja saat kekuasaan berbuat jahat, asalkan dirinya selamat. Pemuda desa kalah jauh dibandingkan dengan 9 emak-emak yang tergabung di grup Nasida Ria. Mereka aktif mengampanyekan perdamaian, keadilan, kesetaraan, dan pelestarian lingkungan, bukan hanya untuk publik Indonesia, tetapi juga dunia.

Namun saya juga yakin, masih ada pemuda desa dengan pemikiran progresif, yang siap melawan gaya kolot yang konservatif. Akan selalu ada pemuda desa, khususnya umat Islam, yang sadar bahwa semua kita mengemban misi profetik. Yaitu misi kenabian sebagaimana pada lirik lagu “Nabi Muhammad Mataharinya Dunia” yakni membawa kebenaran, mencegah kezaliman, dan memberi petunjuk pada jalan keselamatan.

Wahai pemuda muslimin dan pemudi muslimat, sampaikan shalawat salam
Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad!

____

Disclaimer: judul dan isi tulisan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penulis dan bukan merupakan pandangan atau sikap redaksi