JAKARTA (Lensametro.com) – Dittipidter Bareskrim Polri mengungkap praktik ilegal penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang terjadi di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Penyelidikan mendalam mengungkap tata kelola distribusi BBM yang longgar di daerah tersebut, yang telah merugikan keuangan negara dan masyarakat.
Dalam konferensi pers yang digelar, Brigjen Pol Nunung, Dirtipidter Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa tim penyidik menemukan gudang penampungan BBM subsidi ilegal di Lorong Teppoe, Kelurahan Balandete, Kecamatan Kolaka. “Kami menemukan berbagai barang bukti, termasuk tiga truk tangki, sejumlah tandon, dan solar subsidi yang disalahgunakan. Selain itu, terdapat alat-alat yang digunakan untuk memindahkan dan menjual BBM subsidi ilegal tersebut,” ungkap Brigjen Pol Nunung.
Brigjen Nunung mengungkapkan modus operandi yang digunakan dalam penyelewengan ini. Solar subsidi yang seharusnya didistribusikan ke SPBU dan SPBU-Nelayan, justru dipindahkan ke gudang penimbunan tanpa izin. Dari sana, BBM tersebut kemudian dipindahkan ke tangki industri untuk dijual dengan harga non-subsidi. “Kami juga menemukan adanya pengelabuhan GPS pada truk pengangkut, sehingga keberadaan truk bisa dimanipulasi,” jelasnya.
Sebanyak 10.957 liter BBM subsidi yang telah disalahgunakan disita oleh pihak kepolisian. Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 15 saksi dan menemukan beberapa pihak yang diduga terlibat, termasuk oknum dari PT Pertamina, pemilik SPBU-Nelayan, dan penyedia armada pengangkut BBM.
Para pihak yang diduga terlibat antara lain Sdr. BK, yang mengelola gudang penimbunan tanpa izin, Sdr. A, pemilik SPBU-Nelayan di Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana, serta Sdr. T, yang bertanggung jawab atas penyediaan armada truk pengangkut. Selain itu, terdapat dugaan keterlibatan oknum pegawai PT PPN yang memberikan perbantuan dalam proses penebusan BBM subsidi ke PT Pertamina.
Brigjen Nunung menegaskan bahwa penyalahgunaan ini berpotensi menimbulkan kerugian negara yang signifikan. “Kami mengestimasi kerugian negara lebih dari Rp105 miliar selama dua tahun terakhir hanya di wilayah Kolaka,” kata Brigjen Nunung.
Penyelidikan ini masih terus berkembang, dan pihak kepolisian berkomitmen untuk mengungkap lebih banyak pihak yang terlibat dalam penyelewengan BBM bersubsidi. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang menyebutkan bahwa pelaku dapat dijatuhi pidana penjara hingga enam tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.
“Pengungkapan ini adalah bukti komitmen kami dalam pemberantasan penyelewengan subsidi BBM yang merugikan negara dan masyarakat, serta mengganggu ketahanan energi nasional,” tutup Brigjen Pol Nunung. [LM]