SERANG (Lensametro.com) – Pemilik Apotek Gama 1, Eddy Mulyawan, mengkritik langkah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Serang dalam menangani dugaan tindak pidana di bidang obat-obatan yang dilakukan di apoteknya. Kritik ini disampaikan setelah tim BBPOM menggelar inspeksi mendadak (sidak) di apotek tersebut pada 19 September 2024 dan dilanjutkan dengan sidak kedua pada 9 Oktober 2024.
Eddy menuding prosedur penanganan perkara oleh BBPOM tidak transparan, terutama karena pihaknya tidak diberikan kesempatan klarifikasi atas temuan dalam sidak pertama. Ia menyebut temuan berupa obat yang sudah dikupas untuk dimusnahkan langsung dijadikan barang bukti tanpa proses dialog lebih lanjut.
“Dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut bermula saat pihaknya tidak diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi terkait temuan yang ditemukan dalam sidak yang dilakukan pada 19 September 2024. Tim BBPOM yang melakukan pemeriksaan di gudang barang milik Apotek Gama 1 menemukan obat yang telah dikupas untuk dimusnahkan. Obat tersebut kemudian diambil oleh tim BBPOM dan dijadikan barang bukti tanpa proses klarifikasi lebih lanjut,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sidak kedua pada 9 Oktober dilakukan tanpa adanya proses Corrective Action Preventive Action (CAPA) terkait sidak sebelumnya. Bahkan, BBPOM kemudian mengirimkan surat panggilan kepada sejumlah nama yang terkait dengan apoteknya sebagai saksi dugaan pelanggaran Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, Pasal 435 Jo Pasal 138 dan Pasal 436.
“Tentu kami menyayangkan kejadian ini. Apotek yang seharusnya menjadi mitra BBPOM diperlakukan seperti ini. Kami tidak menjual barang berbahaya atau narkoba dan sejenisnya. Mengapa tidak diberikan ruang klarifikasi atas temuan pada sidak September?” pungkas Eddy.
Di sisi lain, Kepala Balai Besar POM Serang, Mozaza Sirait, memberikan penjelasan terkait langkah BBPOM. Menurut Mozaza, sidak pada Oktober 2024 merupakan tindak lanjut dari inspeksi yang dilakukan pada September.
“Pada saat pemeriksaan di bulan September, tim penyidik menemukan berbagai jenis obat keras yang telah dilepaskan dari kemasan aslinya dan dibungkus ulang dalam plastik klip tanpa identitas. Paket yang berisi campuran obat itulah yang kemudian disebut sebagai ‘Obat Setelan.’ Obat-obat tersebut, meskipun bukan ilegal, menjadi ilegal dan berbahaya karena dicampur dan dijual tanpa resep dokter menggunakan plastik tanpa merek,” jelas Mozaza.
Ia juga mengingatkan bahaya “Obat Setelan” yang ditemukan di Apotek Gama 1. Campuran obat keras ini dapat memengaruhi fungsi hati, ginjal, dan metabolisme tubuh, sehingga menimbulkan risiko kesehatan serius bagi konsumen.
Mozaza menyebutkan bahwa Apotek Gama 1 tidak hanya bermasalah di Cilegon tetapi juga di cabang lain yang pernah mendapatkan sanksi administrasi dari BPOM. Meski demikian, ia menekankan bahwa penyelidikan kasus ini masih berlangsung bersama Kepolisian.
“Ini yang sedang kami dalami, kami melakukan penyelidikan bersama Korwas Polda Banten. Tentu kami tidak ingin yang tidak bersalah dipersalahkan,” katanya.
Apotek Gama 1 kini menjadi sorotan setelah kasus ini mencuat. Penyelidikan diharapkan dapat mengungkap fakta yang sebenar-benarnya untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan. [LM]