7 Bahaya Medsos yang Sering Kita Anggap Sepele dan Tips Menghindarinya

Redaksi Lensametro
9 Nov 2025 08:30
3 menit membaca

Lensametro.com — Suatu hari, seorang remaja di Jakarta menerima pesan di WhatsApp berisi tautan undian berhadiah dari akun yang mirip Tokopedia. Tanpa curiga, ia mengklik tautan itu dan mengisi data pribadinya. Beberapa jam kemudian, saldo rekeningnya raib jutaan rupiah. Kasus seperti ini bukan kebetulan—data dari Kominfo mencatat, penipuan digital adalah salah satu kejahatan siber yang paling banyak dilaporkan pada 2023.

Media sosial memang menyenangkan. Kamu bisa tertawa melihat video lucu, mencari inspirasi resep, bahkan menambah teman. Namun, di balik semua itu, ada jebakan halus yang bisa memengaruhi cara kamu berpikir, merasa, bahkan bertindak. Yuk, kenali tujuh bahayanya dan bagaimana cara menghindarinya.

1. Kecanduan Digital

Kamu pernah sadar sudah scrolling TikTok hampir satu jam tanpa jeda? Itulah tanda kecanduan digital. Laporan We Are Social 2024 menunjukkan rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 11 menit per hari di media sosial. Akibatnya, produktivitas menurun dan fokus mudah buyar.

Tips: Aktifkan fitur screen time atau digital well-being di ponselmu. Buat jadwal tanpa layar, terutama sebelum tidur, supaya otak bisa benar-benar istirahat.

2. FOMO (Fear of Missing Out)

Melihat teman liburan ke Bali, sementara kamu sibuk kerja bisa bikin hati nyesek. Fenomena ini disebut FOMO—rasa takut ketinggalan. Penelitian Universitas Indonesia (2022) menemukan, FOMO berhubungan dengan stres dan kecemasan pada remaja pengguna Instagram.

Tips: Ingat, yang kamu lihat di media sosial hanyalah potongan terbaik dari hidup orang lain—bahkan, mungkin hanya kebohongan. Fokuslah pada hal-hal nyata yang membuatmu bahagia, seperti olahraga, berkebun, atau nongkrong bersama teman.

3. Penyebaran Hoaks

Setiap hari, ribuan konten hoaks beredar, dari isu politik sampai kesehatan. Bahkan, sepanjang tahun 2023, Kemenkominfo menangani sebanyak 1.615 isu hoaks yang beredar di situs web dan platform digital.

Tips: Sebelum membagikan sesuatu, periksa dulu lewat cekfakta.com atau turnbackhoax.id. Kalau ragu, lebih baik tahan jempol daripada menyesal.

4. Kebocoran Data dan Penipuan Online

Kasus penipuan daring makin marak. Selain phishing undian palsu seperti yang dialami remaja di Jakarta tadi, ada juga kebocoran data pribadi yang dijual di forum gelap internet.

Tips: Jangan pernah membagikan kode OTP, kata sandi, atau foto KTP kepada siapa pun. Aktifkan autentikasi dua langkah di semua akun.

5. Cyberbullying

Komentar jahat di media sosial bisa lebih menyakitkan dari yang terlihat. Komnas PA (2024) mencatat, kasus cyberbullying terhadap anak meningkat lebih dari 20% dibanding tahun sebelumnya. Korbannya bukan hanya selebritas, melainkan juga pelajar biasa.

Tips: Jangan ragu untuk memblokir atau melaporkan akun pelaku. Kalau kamu jadi korban, cari bantuan dari teman, guru, atau lembaga pendamping, seperti Komnas Anak.

6. Pola Konsumsi Tidak Sehat

Media sosial sering menampilkan kehidupan glamor yang membuat kita merasa “kurang.” Fenomena haul culture di TikTok, misalnya, bikin banyak remaja membeli barang hanya demi konten.

Tips: Batasi akun-akun belanja impulsif. Buat daftar kebutuhan sebelum belanja online. Ingat, media sosial adalah tempat promosi besar, bukan cermin kebahagiaan.

7. Polarisasi dan Radikalisme Digital

Tanpa sadar, algoritma media sosial mendorong kita ke “gelembung” pandangan yang sama. Akibatnya, ruang diskusi makin sempit dan mudah muncul ujaran kebencian. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut bahwa sepanjang 2023 ditemukan 2.670 konten bermuatan IRET (Intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme, Terorisme) di platform digital.

Tips: Coba ikuti akun lintas pandangan dan media kredibel. Biasakan verifikasi sebelum membagikan konten politik dan agama.

Gunakan Medsos dengan Sadar

Media sosial pada dasarnya netral. Ia bisa jadi sumber pengetahuan sekaligus pintu menuju masalah. Semua tergantung pada cara kamu menggunakannya.

Kuncinya sederhana: gunakan dengan sadar, bukan sekadar refleks kebiasaan.

Kalau kamu mulai lelah dengan notifikasi dan perbandingan, mungkin sudah waktunya jeda sejenak. Dunia nyata menunggumu dengan cahaya matahari, tawa teman, dan momen kebahagiaan yang tak bisa direkam kamera. [LM]