11 Tahun Tangsel, Siti Nur Azizah: Hidupkan Kembali Semangat Blandongan

Tangsel – Semangat kebudayaan harus menjadi salah satu pilar pembangunan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Kota yang memiliki beragam potensi budaya ini harus tumbuh tanpa kehilangan identitas.

Sejak kelahirannya 11 tahun yang lalu, unsur kebudayaan telah melekat dalam logo kota hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang ini, yaitu rumah blandongan.

Ternyata, dibalik simbol rumah  khas Tangsel ini, tersimpan makna yang dalam, seperti dibeberkan bakal calon (bacalon) Wali Kota Tangerang Siti Nur Azizah saat ditemui awak media dibilangan Tangsel, Selasa (26/11/2019).

Dikatakan Puteri Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin tersebut, rumah blandongan memiliki filosofi pada tiap bagiannya yang selain sebagai sumber identitas segenap warga Tangsel, juga menjadi cermin watak serta karakter warganya.

Azizah pun menerangkan salah satu bagian rumah tersebut, yaitu pada bagian beranda.

Blandongan pada bagian beranda rumah, kata dia, menggambarkan keterbukaan warga Tangsel dalam berpikir dan berperilaku. Sehingga Tangsel memiliki spirit sebagai kota yang terbuka dalam menerima berbagai perbedaan. Berbagai suku bangsa, agama, dan sistem sosial. Sehingga ekslusifme agama, sosial, dan politik tentu merupakan sesuatu yang bertentangan dengan watak Tangsel yang sesungguhnya.

“Beranda pada rumah blandongan juga merupakan tempat berkumpul dan bermusyawarah untuk memutuskan suatu perkara. Hal ini mencerminkan karakter warga Tangsel yang dicita-citakan sejalan dengan watak demokrasi. Kita bermusyawarah untuk menyelesikan masalah. Agar selesai masalahnya tentu melibatkan mereka yang memiliki masalah. Karena mereka yang punya masalahlah yang mengetahui pokok detail masalah tersebut,” terangnya.

Selain itu, beranda pada rumah blandongan dijelaskan Azizah juga merupakan rumah kerja. Berbagai peralatan disimpan di sana. Berbagai pekerjaan dikerjakan secara bersama. Semua pihak tanpa pandang bulu berbagi peran secara maksimal.

“Hal ini hanya bisa terjadi bila kita saling memahami potensi masing-masing. Tangselpun semestinya berkembang ke arah sana. Kita harus tahu potensi setiap wilayah. Kampung-kampung bukan tanpa peran, kita harus tahu peran apa yang mesti dilakukan dalam pembangunan,” tambahnya.

Lanjut Azizah, kampung-kampung di Tangsel menyimpan khazanah kearifan lokal yang luar biasa. Hilangnya kampung berarti hilang kearifan Tangsel sebagai sebuah kota.

“Kampung adalah ibu dari kota. Durhaka terhadap kampung, berarti kita durhaka terhadap kota. Kampung harus menemukan potensinya, lalu negara berperan meningkatkan kapasitasnya. Disitu kampung bisa sejajar dengan mereka yang lebih mapan ekonominya,” tegasnya.

Masih soal beranda blandongan, Azizah penuh semangat menjelaskan bahwa ruang tersebut juga tempat semua anggota keluarga bersuka cita, berkreasi, dan mengembangkan diri. Kota Tangsel pun, menurutnya, semestinya membuka ruang dan kesempatan yang sama bagi warganya untuk berekspresi tanpa diakriminasi dan tanpa intimidasi.

Sehingga, kata Azizah, kemampuan terbaik warga Tangsel akan muncul mengisi ruang kosong yang selama ini diisi orang lain. Kemampuan berkreasi warga, ditekankannya, adalah sumber abadi daya mempertahankan diri dari kejamnya kehidupan yang penuh duri.

“Itulah salah satu permata Tangsel yang harus kembali kita hidupkan dalam ulang tahun Kota Tangsel yang kita cintai hari ini,” pungkasnya. (MR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *