banner 970x250
banner 970x250

banner 970x250

Tolak Pemimpin Arogan, GMNI Ingatkan Pemkab Tangerang Belajar dari Kasus Pati

doni
14 Agu 2025 19:30
2 menit membaca

KAB. TANGERANG-, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kabupaten Tangerang mengingatkan Pemkab Tangerang agar tidak melakukan kesalahan yang terjadi di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Kesalagan yang diamkaks mencakup konflik agraria di Desa Pundenrejo dan demonstrasi massal menentang kebijakan kenaikan pajak.

“Kasus Pati menjadi pelajaran penting bahwa arogansi pemimpin hanya akan memperbesar jarak antara pemerintah dan rakyat,” kata Ketua GMNI Cabang Kabupaten Tangerang Endang Kurnia melalui keterangan tertulis, Kamis (14/8/2025).

Endang menambahkan, pemerintah harus belajar dari Pati. Di mana, kata dia, sikap arogan seorang kepala daerah yang meremehkan aspirasi rakyat justru memicu kemarahan dan memperuncing konflik.

“Pemimpin yang merasa kebal kritik akan kehilangan legitimasi di mata rakyat,” ujarnya.

Kasus di Pati mencuat sejak awal 2025, dimulai dari konflik agraria di Desa Pundenrejo yang memicu intimidasi terhadap warga, hingga ricuhnya aksi unjuk rasa pada Rabu (13/8/2025). Puluhan ribu massa turun ke jalan menentang kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250 persen.

Situasi kian panas setelah Bupati Pati, Sudewo mengeluarkan pernyataan yang dianggap meremehkan. Pernyataan itu ialah saat Sudewo mengatakan tidak gentar meski ditentang atau didemo oleh 5.000 atau bahkan 50.000 massa. Pernyataan itu yang diduga menyulut  kemarahan publik.

Aksi damai pun berubah ricuh, mengakibatkan puluhan orang terluka, mobil polisi dibakar, dan 11 orang ditangkap. DPRD Pati bahkan membentuk Panitia Khusus (Pansus) pemakzulan akibat krisis kepercayaan terhadap kepala daerah.

“Kebijakan bisa dibataklkan Tapi kepercayaan publik sulit untuk di pulihkan,” tambah Endang.

Endang juga menilai, pengalaman Pati menunjukkan bahwa minimnya transparansi, lemahnya partisipasi publik, dan gaya kepemimpinan yang mengedepankan arogansi akan berakhir pada instabilitas sosial.

“Kebijakan tanpa mendengar rakyat adalah jalan pintas menuju kehancuran kepercayaan publik. Tangerang tidak boleh menjadi ‘Pati kedua’,” tandas Endang.