Ahli Pidana Hibnu Nugroho Ungkap Syarat Suap dan Justice Collaborator

Redaksi
11 Mar 2025 16:00
2 menit membaca

JAKARTA (Lensametro.com) – Sidang lanjutan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025). Dalam sidang ini, ahli pidana Prof. Dr. Hibnu Nugroho, SH, MH, dihadirkan untuk memberikan keterangan.

Di hadapan majelis hakim, Hibnu menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi diklasifikasikan dalam tujuh jenis, yakni kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, suap-menyuap, serta benturan kepentingan dalam pengadaan. Ia menegaskan bahwa dalam kasus suap, diperlukan adanya kesepakatan terlebih dahulu sebagai delik formil, meskipun pada akhirnya suap tersebut tidak benar-benar terjadi.

Dalam sidang tersebut, penasihat hukum Heru Hanindyo, Basuki, mengajukan pertanyaan mengenai syarat untuk mendapatkan status Justice Collaborator (JC).

“Menjadi Justice Collaborator harus mendapatkan rekomendasi dari LPSK dan bukan pelaku utama dalam tindak pidana tersebut,” ujar Hibnu.

LPSK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban merupakan lembaga yang berwenang menetapkan status JC. Hibnu menambahkan bahwa keputusan akhir mengenai status tersebut tetap berada dalam pertimbangan majelis hakim.

Basuki kemudian menanyakan apakah seseorang yang tidak menerima suap tetap bisa dianggap terlibat dalam perkara ini.

“Kalau tidak ada kesepakatan dan tidak ada hubungan konsensus, tidak bisa dikatakan ikut terlibat dalam persoalan tersebut. Apa pembuktiannya?” ujar Hibnu menegaskan.

Sementara itu, penasihat hukum lainnya, Candra Cahniya, menanyakan mengenai syarat-syarat dalam tangkap tangan dalam dugaan gratifikasi atau suap.

“Tangkap tangan seharusnya ada barang bukti yang ditemukan saat itu. Kalau tidak ditemukan barang bukti saat itu, namanya bukan tangkap tangan,” kata Hibnu.

Sidang masih terus berlanjut dengan menghadirkan dua saksi ahli lainnya, yakni ahli forensik digital, Irwan Hariyanto, ST, serta ahli pidana, Prof. Dr. Agus Surono, SH, MH. [LM]