banner 970x250
banner 970x250

banner 970x250

Muslim Terbesar Tapi Terlibat Narkoba, Kok Bisa?

Atma (Lensametro.com)
5 Agu 2025 09:23
3 menit membaca

Oleh: Erna Ummu Aqilah

Masalah narkotika di negeri ini sungguh sangat menyayat hati. Setiap saat kasus penyalahgunaan narkotika selalu ramai diberitakan, seolah-olah tidak ada surutnya bahkan semakin masif.

Jika dulu hanya melibatkan kalangan tertentu saja, kondisi saat ini justru berbeda sebab sudah menyasar ke segala kalangan, mulai pelaku dunia hiburan, ASN, pejabat, aparat, rakyat jelata, dari anak-anak, remaja hingga dewasa, semuanya menjadi sasaran empuk bagi pelaku bisnis barang haram tersebut.

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), peredaran narkotika di Indonesia transaksi belanja barang haram tersebut mencapai Rp 524 triliun per tahun. Sebab Indonesia merupakan pangsa pasar besar, yang dulunya konsumen kini menjadi produsen dengan berbagai jenis macam dan bentuknya.

Kepala BNN RI, Marthinus Hukom menegaskan tentang komitmen kolektif untuk menghadapi tantangan serius peredaran narkoba sintetik yang semakin kompleks. Menurutnya pada tahun 2025 terjadi peningkatan 24 persen penyitaan sabu di Asia Timur dan Tenggara.

Letak geografis dan strategis Indonesia yang wilayah perairannya luas, menjadikan peluang masuknya narkotika dari luar semakin mudah. Bahkan selama tahun 2024 BNN berhasil mengungkap 27 jaringan narkoba, bahkan pada Mei 2025, menyita 2 ton Methamphetamine di Kepulauan Riau.

Bisnis narkoba sangatlah menggiurkan, jika di Cina satu gram dijual dengan harga Rp 20 ribu, di Iran Rp 50 ribu, di Indonesia justru mencapai Rp 1,5 juta per gramnya. Bahkan sabu-sabu di Cina Rp 200 juta per kilo, di Indonesia dijual sampai Rp 2 miliar.

Dengan kondisi ekonomi bangsa saat ini, di mana tingginya angka pengangguran, kemiskinan, mahalnya harga bahan pokok, pendidikan, kesehatan, pajak yang terus naik ditambah sulitnya mencari pekerjaan, bagi orang yang lemah iman dan terdesak kebutuhan hidup, akan mampu menghalalkan segala cara meskipun terpaksa.

Di negara yang menganut sistem kapitalis sekuler, meskipun mayoritas berpenduduk muslim dan tahu kalau narkoba merupakan barang haram, tetap saja mereka mengabaikannya. Jika generasi muda terpapar narkoba, bagaimana upaya pemerintah mewujudkan Indonesia Emas 2045 bisa terlaksana?

Dalam sistem kapitalis, sangatlah sulit mencegah dan memberantas peredaran narkoba, sebab beberapa hal diantaranya:
-Lemahnya individu dan keluarga dalam menjaga akidah, sehingga mereka tidak mampu melindungi anggota keluarga dari berbagai perbuatan dosa.
-Abainya masyarakat terhadap keamanan lingkungan, dengan tidak peduli jika terjadi kemaksiatan di sekitar mereka. Dengan beranggapan yang penting bukan saya dan keluarga saya, sehingga tidak ada aktivitas amal makruf nahi mungkar.
-Tidak tegasnya negara dalam memberikan sanksi terhadap para pelaku kejahatan, membuat mereka tidak jera sehingga mengulang-ulang kejahatan serupa.

Berbeda dengan sistem pemerintahan dalam Islam yang terbukti adil dan tegas, sehingga mampu mencegah berbagai bentuk kemaksiatan yang bisa membuat kerusakan bahkan kehancuran.

Dalam pandangan Islam, narkoba merupakan barang haram yang berbahaya, sebab bisa merusak akal sehat bahkan mengancam nyawa. Karenanya negara akan berperan aktif demi menjaga dan melindungi rakyatnya, sebab satu nyawa sangatlah berharga.

-Negara dalam Islam, akan memberikan sanksi tegas terhadap pengguna maupun pengedar, apalagi produsennya. Sehingga dengan ketegasannya mampu memberikan efek jera sekaligus mencegah calon pelaku lainnya.

-Dengan adanya upaya preventif, yakni melalui pendidikan berbasis akidah Islam dengan cara gratis terhadap seluruh masyarakat. Sehingga mencetak generasi yang cerdas, cakap,kuat, sehat, kreatif, mandiri sekaligus berakhlak mulia.

Dengan diterapkannya sistem Islam, masyarakat akan menjadi berkarakter, taat sekaligus maju di berbagai bidang. Sehingga memiliki kesadaran penuh akan kewajibannya sebagai warga masyarakat sekaligus hamba Allah Swt. Wallahu alam bishshawwab. [ ]


Disclaimer:
Konten opini di atas merupakan tanggung jawab penulisnya dan tidak mencerminkan kebijakan Lensametro.com.