Gelar Webinar Pemanfaatan Data dan Teknologi, Pemanfaatan Data dan AI yang Beretika

Jabar, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat melalui Jabar Digital Service (JDS) menggelar acara TechUpdate Vol. 48 dengan tema “Data-Driven Decision Making: Pemanfaatan Data dan AI yang Beretika”, secara virtual, Jum’at (17/3/2023).

TechUpdate adalah sebuah acara rutin yang digelar setiap bulan secara daring untuk memberikan wawasan teknologi dengan berbagai tema yang relevan di masyarakat.

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 300 tech enthusiast ini mengundang dua narasumber ahli di bidangnya yaitu Rizki Rusdiwijaya sebagai Koordinator Divisi Data di JDS dan Dr. Eng. Ayu Purwarianti yang merupakan Kepala Artificial Intelligence Center di Institut Teknologi Bandung.

Tujuan acara ini adalah untuk memberikan pandangannya terhadap pemanfaatan data dan Artificial Intelligence (AI) yang beretika.

Menurut Rizki hadirnya portal data terintegrasi melalui Ekosistem Data Jabar (EDJ) adalah upaya Pemda Provinsi Jawa Barat untuk menghadirkan data, informasi, dan pengetahuan yang berkualitas guna mempermudah proses pengambilan keputusan yang berdasarkan data.

“EDJ terdiri dari berbagai portal yang bisa diakses oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan publik. Di antaranya Satu Data Jabar, Open Data Jabar, Satu Peta Jabar, Dashboard Publik, dan Dashboard Executive dengan ragam jenis data yang dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan,” katanya.

Saat ini, EDJ sedang mengembangkan sistem data exchange management yang lebih unggul untuk mengakomodir keamanan pertukaran data di lingkup Pemda Provinsi Jawa Barat.

Selanjutnya, ada Dr. Eng. Ayu Purwarianti yang membahas tentang pemanfaatan AI yang beretika. Ia mengambil contoh ChatGPT, chatbot yang belakangan ramai diperbincangkan.

Menurut Ayu, meski kehadiran ChatGPT dapat membantu manusia dalam beraktivitas, namun terdapat kelemahan yang cukup berisiko apabila tidak digunakan secara bijak.

“Kelemahannya adalah kita tidak tahu jawaban yang diberikan itu berasal dari mana. Tidak ada info dokumennya. Hal ini membuat ChatGPT rawan disalahgunakan. Misalnya, melakukan kecurangan ketika sedang ujian, atau menanyakan isi dari sebuah buku, padahal seperti kita ketahui buku itu ada copyright-nya,” ucapnya.

Ayu mengatakan, urgensi untuk menciptakan peraturan tentang model AI yang ideal menjadi tinggi. Sehingga ketika terjadi pelanggaran, sanksi yang diberikan pun menjadi lebih jelas.

“Kehadiran ChatGPT maupun teknologi AI lainya tak bisa kita hindari. Yang perlu kita pahami bersama adalah cara kerjanya. Jika sudah paham, tentu akan lebih mudah dalam memahami risikonya dan cara penanggulangannya,” ujar Ayu. (ril/red)