KOTA TANGERANG (Lensametro.com) – Provinsi Banten mencatatkan capaian gemilang dalam hal kebebasan pers. Indeks Kebebasan Pers (IKP) Banten tahun 2024 menembus angka 74,09 dan berhasil menempatkan provinsi ini ke dalam jajaran 10 besar nasional.
Capaian tersebut menjadi sorotan utama dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) di Kota Tangerang, Jumat (8/8/2025). Rakor ini bertujuan memperkuat sinergi antara pemerintah, media, dan berbagai pemangku kepentingan dalam menciptakan ekosistem informasi yang sehat, adil, dan berpihak pada kepentingan publik.
Deputi Bidang Komunikasi, Informasi, dan Aparatur Kemenko Polkam, Marsdya TNI Eko Dono Indarto, secara langsung mengapresiasi capaian tersebut. Menurutnya, pencapaian itu adalah buah dari kerja kolektif yang dilakukan antara pemerintah daerah dan para pelaku media di Banten.
“Kami mengapresiasi Provinsi Banten yang berhasil naik ke posisi 10 besar nasional dalam Indeks Kebebasan Pers. Ini menunjukkan bahwa ada upaya serius dari pemerintah daerah dan pelaku media untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat,” ungkap Eko.
Eko menegaskan bahwa media memiliki peran vital dalam menjaga demokrasi dan menyampaikan informasi yang akurat. Karena itu, ia mendorong pemerintah daerah untuk membangun hubungan kemitraan, bukan intervensi terhadap independensi media.
“Banyak media saat ini yang bertahan dengan kemampuan sendiri. Pemerintah perlu hadir sebagai mitra, bukan sebagai penghambat,” ujar alumnus AAU Tahun 1989 itu.
Kemenko Polkam berharap rakor ini dapat menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen bersama dalam menjaga demokrasi informasi, memelihara kebebasan pers yang bertanggung jawab, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap media.
Tantangan di Era Digital
Ketua Dewan Pers, Prof. Komarudin Hidayat, yang hadir sebagai narasumber, menyoroti tantangan besar yang dihadapi dunia pers saat ini, terutama di era digital. Menurutnya, hoaks, disinformasi, dan rendahnya literasi media masyarakat menjadi ancaman serius bagi kualitas informasi publik.
Ia menjelaskan perbedaan krusial antara dua jenis media yang saat ini berkembang: media arus utama (mainstream) dan media sosial.
“Media ini kredibel karena memiliki badan hukum, wartawan profesional, dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Proses verifikasi dilakukan ketat, sehingga informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Sebaliknya, katanya, media sosial sering kali menjadi saluran informasi yang tidak terverifikasi dan berorientasi pada viralitas semata.
“Masyarakat harus lebih kritis dan cerdas dalam memilih sumber informasi. Utamakan media arus utama sebagai rujukan informasi yang akurat,” pesan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah periode 2006–2010 dan 2010–2015 itu.
Prof. Komarudin juga menegaskan pentingnya peningkatan profesionalisme wartawan serta penguatan literasi media di tengah derasnya arus digitalisasi informasi.
Ekosistem Media dalam Perhatian
Pada sesi diskusi, Kepala Bidang Ekosistem Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Farida Dewi Maharani, menekankan perlunya membangun ekosistem media yang adaptif terhadap disrupsi teknologi dan perkembangan digital.
Menanggapi hal tersebut, Humas Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat, Rendy Herdiana, menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pemerintah dan Dewan Pers guna mewujudkan ekosistem media yang berintegritas.
“Kami berkomitmen untuk mendorong transformasi media yang sehat dan sejahtera. Diperlukan terobosan konkret agar media mampu bersaing di era digital tanpa kehilangan jati diri jurnalistiknya,” ujar Rendy.
Rakor ini juga dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Banten, Arif Agus Rahman; para kepala dinas komunikasi dan informatika kabupaten/kota se-Banten; perwakilan media nasional; serta Ketua Umum AMKI Pusat, Tundra Meliala. [LM]