Larang Mengikuti Retreat, Megawati Berpotensi Menyabotase Pemerintahan Prabowo

Redaksi
22 Feb 2025 13:19
2 menit membaca

JAKARTA (Lensametro.com) – Larangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kepada kader partainya yang terpilih sebagai kepala daerah untuk mengikuti retreat yang diselenggarakan pemerintah pusat di Akademi Militer, Magelang, pada akhir Februari ini, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Langkah tersebut dinilai dapat mengganggu upaya membangun kohesivitas pemerintahan, terutama di tengah situasi politik yang sensitif.

Larangan tersebut diumumkan Megawati setelah Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 20 Februari 2025. Hasto ditangkap terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus suap serta pelarian kader partai Harun Masiku yang hingga kini masih buron.

Pengamat politik Teguh Santosa menilai tindakan Megawati sebagai sebuah pendidikan politik dan hukum yang buruk. Ia menegaskan bahwa larangan itu justru menciptakan kesan bahwa ada negara dalam negara, sebuah fenomena yang sangat berbahaya bagi keberlangsungan pemerintahan dan pelayanan publik.

“Perintah Ibu Mega membuat kesan seolah-olah ada negara di dalam negara, ada negara partai di dalam NKRI. Ini tidak boleh terjadi karena bisa berdampak buruk tidak hanya pada urusan politik dan pemerintahan, tetapi juga pada urusan pelayanan publik yang menjadi tugas utama pemerintah baik di pusat maupun daerah,” kata Teguh Santosa saat ditemui di acara “Sarasehan Alumni: Sinergi Unpad Menuju 300 Dunia” di Bale Sawala, Unpad, Jatinangor, Sabtu, 22 Februari 2025.

Teguh, yang juga mantan Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK), lebih lanjut mengingatkan Megawati untuk fokus pada upaya hukum untuk membela Hasto dalam kasus yang dituduhkan kepadanya, alih-alih menciptakan ketegangan politik yang tidak perlu. Sebagai mantan presiden yang turut mendorong pembentukan KPK, Megawati seharusnya memberikan contoh positif dalam upaya menegakkan hukum.

“Sebagai mantan presiden yang ikut mendorong kelahiran KPK, Ibu Mega semestinya mengirimkan pesan yang positif dan konstruktif kepada rakyat dalam upaya menegakkan hukum. Bukan memperkeruh keadaan dengan mengoplos hukum dan politik,” ujar Teguh.

Teguh juga menyoroti hubungan integral antara pemerintah pusat dan daerah, yang menurutnya saling melengkapi dalam menjalankan tugas melayani rakyat. Sebagai kepala daerah, setiap kader partai—terutama PDIP—seharusnya mengutamakan pengabdian kepada rakyat dan bukan sekadar pada kepentingan partai politik.

“Setelah terpilih menjadi kepala daerah, pengabdian terbesar mereka adalah pada rakyat. Apalagi kader PDIP pasti tahu kisah Bung Karno yang setelah menjadi presiden, menyerahkan hidup dan matinya untuk rakyat, bukan untuk partai yang dia dirikan,” pungkasnya.

Dengan situasi politik yang sedang berkembang, kritik Teguh Santosa ini menegaskan pentingnya pengelolaan komunikasi yang bijak antara partai politik dan pemerintah untuk menjaga stabilitas dan kepentingan publik. [LM]