Opini Khatimah
Komunitas Pena Cemerlang
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah: 90)
Sayangnya, peringatan Allah Swt. tersebut kini jauh dari benak kaum Muslim, sehingga banyak kemaksiatan yang terjadi.
Menjelang Pemilu Serentak 2024 yang tinggal beberapa minggu lagi, Polsek Cileunyi di bawah naungan Polresta Bandung, Polda Jabar, menggelar Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) di wilayah hukum mereka.
Dalam operasi ini, Kapolresta Bandung, Kombes Pol. Dr. Kusworo Wibowo, melalui Kapolsek Cileunyi, Kompol Rizal Adam Al Hasan, menjelaskan bahwa operasi tersebut menargetkan berbagai penyakit masyarakat, seperti penertiban tempat penjualan minuman beralkohol, pemberantasan premanisme, perjudian, kejahatan jalanan, bank emok, serta tindak kriminal lainnya. Selain untuk persiapan pemilu, operasi ini juga dilakukan sebagai tanggapan atas laporan warga yang khawatir akan peredaran minuman keras dan dampak negatifnya. (Sumber: Jurnalpolisi.co.id, 10/09/2024)
Penyakit masyarakat (pekat), seperti miras, mabuk-mabukan, bank emok, dan kemaksiatan lainnya, memang semakin parah. Kondisi ini kian mengerikan dan membuat miris. Bahkan remaja, yang seharusnya menjadi harapan bangsa, ikut terlibat dalam perbuatan tercela tersebut. Maka wajar jika muncul kekhawatiran akan peningkatan kejahatan menjelang pemilu.
Kemaksiatan tampak begitu leluasa terjadi. Meski operasi pekat sering dilakukan, tidak hanya menjelang pemilu, kejahatan dan penyakit masyarakat tersebut seolah tak kunjung hilang. Justru, kejahatan semakin tumbuh subur, seolah tidak ada penyelesaian yang menyentuh akar permasalahan.
Miras, bank emok, dan tindak kejahatan lainnya yang terjadi adalah buah dari penerapan sistem sekuler yang tidak manusiawi. Sistem ini jauh dari aturan agama karena menganggap agama hanya terbatas pada ranah ibadah, dan meletakkan kedaulatan pembuat hukum di tangan manusia.
Oleh karena itu, wajar jika solusi yang diambil bersifat pragmatis dan tidak tuntas. Akibatnya, penyakit masyarakat terus bermunculan dan menjangkiti para remaja, bahkan anak-anak di usia dini.
Sistem sekuler ini telah sempurna merusak tatanan masyarakat yang mulia, karena telah berhasil membingkai kehidupan yang jauh dari aturan agama. Akibatnya, gaya hidup hedonisme yang serba bebas tanpa batas semakin tumbuh subur. Manusia berlomba-lomba mencari kenikmatan jasmani sebanyak-banyaknya, dengan materi sebagai tujuan utama. Maka tidak mengherankan jika pencurian dan pinjaman dari bank emok terus menyebar luas, bahkan pada akhirnya banyak yang bunuh diri karena terbelit utang yang menumpuk.
Lantas, apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi hal tersebut? Sudah menjadi keharusan bagi negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini untuk menyadari bahwa sistem sekuler adalah akar dari berbagai permasalahan hidup, bahkan menjadi pupuk bagi tumbuh suburnya penyakit masyarakat dan kejahatan.
Oleh sebab itu, upaya yang dilakukan tidak cukup hanya sekadar operasi penyakit masyarakat. Harus ada pembongkaran terhadap sistem yang rusak ini, dengan menggantinya pada sistem yang benar, sesuai fitrah manusia. Sistem yang mampu memberikan keamanan dan ketentraman hati adalah kembali kepada sistem Islam, karena Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna.
Upaya menyeluruh harus dilakukan, mulai dari individu hingga lingkungan masyarakat. Perlu adanya edukasi yang benar dari sisi akidah, bahwa Islam mengajarkan setiap perbuatan, baik atau buruk, akan mendapatkan ganjaran di akhirat, baik berupa pahala bagi yang taat maupun siksaan bagi pelaku kemaksiatan.
Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya:
“Adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS Al-Qari’ah: 6-7)
Dalam Islam, negara wajib hadir untuk senantiasa memupuk keimanan rakyatnya. Seorang pemimpin diibaratkan sebagai penggembala. Mereka akan merasa senang ketika melihat rakyat yang dipimpinnya bahagia karena semua kebutuhannya terpenuhi. Sebagaimana seorang penggembala, adakalanya ia berada di depan rakyat untuk memimpin dan mengomandoi mereka. Adakalanya ia berada di belakang untuk mengarahkan serta memberikan perlindungan dan jaminan keamanan. Adakalanya ia berada di samping rakyat, untuk mendampingi mereka agar kebutuhan dan layanan yang diperlukan tetap terpenuhi.
Hasilnya, akan terbentuk generasi yang berkualitas, karena negara menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai, sehingga layanan pendidikan dan keamanan dapat berjalan dengan baik. Inilah kemuliaan jika sistem Islam dijadikan asas pengaturan dalam negara. Sistem ini akan mampu menjaga akal manusia dengan aturan yang bersumber dari Allah Swt.
Wallahu a’lam bishawab.