FWK: Publik Rindu Polisi yang Mengayomi, Bukan Sekadar Melayani

Redaksi Lensametro
8 Okt 2025 22:53
2 menit membaca

JAKARTA (Lensametro.com) – Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) menyimpulkan satu pesan kuat dari masyarakat: publik rindu kehadiran polisi yang kembali mengayomi, bukan sekadar melindungi dan melayani. Pesan itu mengemuka dalam diskusi FWK yang digelar di Kantor Biro Jakarta Harian Suara Merdeka, Rabu (8/10).

“Reformasi Polri yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto sangat tepat. Sudah lebih dari 20 tahun sejak UU Polri lahir, kini saatnya diperbarui sesuai perkembangan zaman,” ujar Koordinator FWK, Raja Parlindungan Pane.

Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah wartawan senior yang menyoroti perilaku aparat kepolisian yang dinilai makin menjauh dari fungsi utamanya. Para peserta forum menilai, polisi kini sering tidak lagi fokus mengayomi rakyat. Pelayanan kerap disertai pamrih, sementara perlindungan sering berhenti pada slogan.

Mereka juga menyinggung insiden demonstrasi pada Agustus lalu, ketika seorang peserta tewas terlindas, sementara beberapa mahasiswa dan aktivis justru ditangkap saat menyampaikan aspirasi mereka.

Pengamat kebijakan publik Agus Wahid, sebagaimana dikutip dari VOI.id, memaparkan bahwa data Global Corruption Barometer (GCB) Transparancy International menempatkan lembaga kepolisian di urutan kelima sebagai lembaga paling korup di Indonesia. Angkanya bahkan menunjukkan tren kenaikan hingga 65 persen dalam sepuluh tahun terakhir.

“Perlakuan istimewa terhadap institusi ini justru memunculkan keberanian melakukan penyalahgunaan wewenang, termasuk korupsi,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Polkam FWK sekaligus Pemred VOI, Iqbal Irsyad, menegaskan bahwa masyarakat sesungguhnya merindukan ketulusan aparat dalam mengemban tugasnya.

“Masyarakat merindukan polisi yang tulus mengayomi rakyat. Tanpa pamrih. Tanpa kenal lelah,” tegasnya.

Sejak pemisahan Polri dari ABRI pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, publik sempat menaruh harapan besar bahwa reformasi akan membawa perubahan positif. UU Nomor 2 Tahun 2002 memang memberikan dasar bagi Polri untuk menjadi lembaga yang mandiri, profesional, dan modern.

Tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan hal berbeda. Masih banyak tindakan dan perilaku aparat yang justru merusak citra kepolisian di mata publik.

FWK menilai, sebagaimana disampaikan Raja Parlindungan Pane, reformasi Polri kini harus diarahkan untuk mengembalikan ruh kepolisian sebagai pelindung rakyat, bukan penguasa. Polisi, katanya, seharusnya hadir sebagai penegak hukum yang humanis, menjadi sandar terakhir masyarakat, bukan sumber ketakutan. [LM]