JAKARTA (Lensametro.com) – Sidang lanjutan gugatan hukum yang diajukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat terhadap Dewan Pers kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2025). Agenda kali ini menghadirkan saksi penting dari internal PWI, yakni Taty Fatimah, staf senior yang telah mengabdi sejak tahun 1970.
Sidang sempat berlangsung panas ketika tim kuasa hukum Dewan Pers melontarkan pertanyaan yang dinilai menggiring opini tentang legalitas kepengurusan PWI hasil Kongres Luar Biasa (KLB). Hal ini langsung ditanggapi tegas oleh Ketua Majelis Hakim, Achmad Rasyid Purba.
Hakim Achmad menegur kuasa hukum tergugat dan mengingatkan agar argumen soal legitimasi disampaikan dalam kesimpulan, bukan dalam pemeriksaan saksi.
Dalam keterangannya, Taty yang kini berusia 75 tahun menegaskan bahwa kepengurusan PWI yang sah adalah hasil Kongres di Bandung, dengan Hendry Ch Bangun sebagai Ketua Umum.
“Saya hanya tahu PWI yang sekarang dipimpin Pak Hendry, sesuai hasil Kongres Bandung. Soal KLB, saya hanya dengar dari berita saja,” ujar Taty.
Taty juga memaparkan sejarah panjang keberadaan PWI di Gedung Dewan Pers. Ia menjelaskan, sejak mulai bekerja di PWI pada 1970, kantor sempat berpindah dari Jalan Veteran ke Jalan Kebon Sirih pada 1982 dan sejak itu menempati Gedung Dewan Pers tanpa pernah mengalami penyegelan—hingga tahun 2024.
“Selama saya bekerja, tidak pernah ada penyegelan kantor,” katanya.
Ia menuturkan, penyegelan itu telah berdampak langsung terhadap pekerjaan dan aktivitas organisasi. Ia hanya diperbolehkan masuk ke kantor sekali pada 30 Oktober 2024 untuk mengambil kop surat, amplop, dan beberapa pakaian. Selebihnya, tidak ada akses yang diberikan.
Bukan hanya aktivitas administrasi yang terganggu, penyegelan juga membuat PWI tak bisa mengadakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Kuasa Hukum PWI: Penyegelan Ini Tidak Pernah Terjadi Sebelumnya
Tim kuasa hukum PWI Pusat dari kantor ‘O.C. Kaligis & Associates’ menilai penyegelan ini sebagai bentuk perlakuan tidak adil. Mereka menegaskan bahwa tidak pernah ada organisasi lain yang mengalami hal serupa di Gedung Dewan Pers.
“Selama puluhan tahun, tak pernah ada penyegelan seperti ini. Ini tentu menjadi perhatian karena mengganggu kegiatan organisasi,” ujar Muhammad Faris usai sidang.
Sementara itu, anggota tim hukum lainnya, Faisal Nurrizal, menyampaikan bahwa kehadiran Taty sebagai saksi merupakan langkah strategis mengingat pengalaman dan pemahamannya yang mendalam tentang sejarah PWI.
“Beliau tahu betul sejarah PWI. Kalau tadi ada pertanyaan yang melebar, wajar saja kalau beliau tidak tahu. Bahkan majelis hakim tadi sudah menilai banyak pertanyaan tidak relevan,” ungkapnya didampingi penasihat hukum lainnya: Umi Sjarifah, Rukmana, dan Victor.
Tim kuasa hukum PWI juga mengapresiasi sikap objektif majelis hakim dalam menjaga agar jalannya persidangan tetap fokus pada pokok perkara.
Mereka memastikan akan menghadirkan dua saksi tambahan dalam sidang berikutnya yang dijadwalkan berlangsung Rabu (16/7/2025) mendatang. [LM]