JAKARTA (Lensametro.com) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah menuai sorotan tajam. Sejak Januari hingga 31 September 2025, tercatat 6.517 kasus keracunan anak diduga berasal dari makanan MBG.
Fakta ini memicu Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) mendesak agar Peraturan Presiden (Perpres) tentang MBG tidak hanya berhenti sebagai formalitas, tetapi benar-benar menjadi pagar hukum yang kokoh.
Koordinator Nasional FWK, Raja Parlindungan Pane, menegaskan aturan tersebut harus dirancang detail, mulai dari standar gizi, sistem distribusi, hingga pengawasan yang transparan.
“Program ini niatnya mulia. Tapi tanpa tata kelola jelas, risikonya besar: kerugian anggaran dan masalah kesehatan publik,” ujarnya usai Diskusi MBG di Kantor Redaksi VOI.id, Jakarta, Rabu (1/10).
Dalam forum yang dihadiri sejumlah wartawan senior itu, FWK memaparkan poin-poin krusial yang tak boleh absen dari draf Perpres. Di antaranya standar gizi berbasis lokal, sertifikasi kelayakan dapur, transparansi pengadaan, audit administrasi, partisipasi masyarakat, mekanisme pengaduan publik, hingga sanksi tegas bagi dapur MBG yang lalai.
“Banyak menu uji coba belum memperhatikan gizi mikro seperti zat besi dan vitamin A. Kalau Perpres tidak tegas, manfaat program tidak maksimal,” kata Raja.
Persoalan pendanaan juga menjadi perhatian serius. Program MBG disebut menguras triliunan rupiah. FWK mengingatkan tanpa strategi pembiayaan campuran—baik dari pemerintah pusat, daerah, maupun mitra swasta—risiko program berhenti di tengah jalan sangat besar.
Data Badan Gizi Nasional memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus keracunan dipicu oleh sanitasi dapur yang buruk. FWK menilai hal ini sebagai peringatan keras bagi pemerintah.
“Ini alarm keras. Kalau higienitas tidak diatur detail dalam Perpres, kasus serupa bisa terulang,” tegas FWK.
Meski demikian, FWK menekankan kritik tersebut bukan untuk melemahkan MBG. Sebaliknya, agar program benar-benar mampu menekan angka stunting sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
“Perpres harus benar-benar melindungi rakyat, bukan sekadar dokumen administrasi,” tutup Koordinator FWK, Raja Pane. [LM]