KOTA TANGERANG (Lensametro.com) – Keberhasilan Provinsi Banten dalam menekan angka Tuberkulosis (TBC) menarik perhatian nasional. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menetapkan Banten sebagai daerah dengan strategi paling efektif dalam penanganan TBC di Indonesia, bahkan akan menjadikannya model acuan untuk program eliminasi TBC tahun 2026.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus secara langsung mengunjungi Banten, Selasa (11/11/2025), untuk mempelajari strategi tersebut. Pertemuan berlangsung di Aula Lantai 3 Kantor Wali Kota Tangerang dan dihadiri oleh Gubernur Banten Andra Soni, pejabat daerah, tenaga kesehatan, kader puskesmas, anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta penyuluh kesehatan.
Gubernur Banten Andra Soni menyambut kunjungan dan apresiasi dari Kemenkes dengan rasa bangga. Ia menegaskan, tingginya angka temuan kasus TBC di Banten justru menunjukkan keberhasilan dalam deteksi dan pengobatan dini, bukan tingginya angka penderita.
“Justru kita harus berbangga, karena semakin banyak pasien ditemukan dan diobati sampai sembuh,” ujar Andra Soni.
Ia menjelaskan, capaian tersebut merupakan hasil kolaborasi erat antara pemerintah daerah, tenaga medis, fasilitas kesehatan, dan masyarakat. Melalui program Temui, Obati, Sampai Sembuh (TOSS) yang baru diluncurkan, Banten berkomitmen melakukan upaya eliminasi TBC secara berkelanjutan hingga ke tingkat desa dan kelurahan.
“Kalau Banten bisa, Indonesia pun bisa. Bersama-sama kita wujudkan Indonesia bebas TBC,” tegasnya penuh optimisme.
Banten Lampaui Target Nasional
Wamenkes Benjamin Paulus Octavianus menilai Banten memiliki capaian terbaik di Indonesia dalam pemberantasan TBC. Ia menyebut Banten sebagai satu-satunya provinsi yang berhasil mencapai angka penemuan kasus dan terapi pencegahan di atas target nasional.
“Capaian Banten luar biasa dan menjadi yang tertinggi di Indonesia,” ujarnya.
Benjamin menjelaskan, di Kota Tangerang, terapi pencegahan TBC telah mencapai 92 persen, jauh di atas target nasional sebesar 72 persen. Tak hanya itu, penanganan terhadap keluarga pasien TBC juga menjadi keunggulan Banten, di mana 52 persen anggota keluarga pasien turut mendapat terapi—angka yang jauh melampaui rata-rata nasional yang masih di bawah 10 persen.
Keberhasilan tersebut, katanya, menjadi bukti kuatnya kolaborasi lintas sektor di Banten. Menurutnya, pemberantasan TBC tidak hanya tanggung jawab bidang kesehatan, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Karena itu, pemerintah pusat akan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Sosial, desa, perumahan, serta dukungan TNI dan Polri.
Inovasi Jemput Bola dari Desa untuk Eliminasi TBC
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti, menambahkan bahwa tingkat deteksi kasus TBC di Banten telah melampaui target nasional, yakni mencapai lebih dari 93 persen dari estimasi 50.298 kasus.
Menurutnya, pencapaian ini merupakan buah dari komitmen kuat para kepala daerah hingga tingkat kelurahan dan desa, serta peran aktif organisasi profesi, masyarakat, dan kader TBC yang tersebar di seluruh wilayah. Setiap desa dan kelurahan di Banten diwajibkan menjadi Desa/Kelurahan Siaga TBC dengan minimal lima kader aktif yang melakukan deteksi kasus secara jemput bola.
Selain itu, Dinkes Banten juga terus meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi penderita TBC. Setiap kabupaten dan kota didorong untuk memiliki inovasi layanan, seperti program Ngider TB, Grebek TBC, Ransel TBC, dan KAJEDAK.
“Hal ini yang berkontribusi besar terhadap percepatan eliminasi TBC,” pungkas Ati.
Sebagai bentuk penghargaan atas capaian tersebut, Kemenkes akan memberikan penghargaan khusus pada peringatan Hari Kesehatan Nasional. Selain itu, pemerintah pusat juga akan menyalurkan 24 unit alat portable rontgen untuk mendukung deteksi dini TBC di Banten. Bantuan tambahan diberikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) guna memperkuat layanan pemeriksaan TCM di puskesmas. [LM]


