Opini; Bagaimana UMKM Bertahan di Masa Korona

Oleh Udin Saprudin, S.E., M.M., QIA

Pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia sejak Desember 2019 hingga kini masih berlangsung. Di beberapa negara kurva korban positif terinfeksi virus korona mulai melandai (seperti di Australia, Vietnam, dan Selandia Baru), sementara di beberapa negara lainnya kurva korban justru belum mencapai puncaknya (seperti di Amerika Serikat dan Indonesia).

Mewabahnya virus asal kota Wuhan di Cina itu tidak hanya menghantam sektor kesehatan dan pelayanan publik, melainkan juga melumpuhkan berbagai sektor kehidupan manusia lainnya, termasuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tak perlu analisis yang rumit-rumit. Sehari-hari pun bisa kita lihat bagaimana kios-kios pedagang makanan dan barang-barang kebutuhan sehari-hari tutup karena pembatasan kerumunan dan turunnya daya beli masyarakat.

Sebagian pengamat memperkirakan sektor UMKM akan mengalami kesulitan menahan dampak akibat wabah Covid-19 tersebut. UMKM dinilai sebagai sektor yang paling rentan terhadap krisis ekonomi karena Covid-19 karena jenis usaha ini sangat bergantung pada perputaran uang hasil penjualan barang dagangan.

Sebagaimana dikatakan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam keterangan resmi yang dikutip Kompas.com, Kamis (26/3/2020), pelaku UMKM, terutama sektor mikro, ada 64 juta unit usaha. Ini tentu persoalan besar. Jadi, persoalan ini tidak bisa diatasi hanya dengan bergantung pada pemerintah. Pihak swasta dan masyarakat juga mesti turun tangan membantu.

Keluhan para pelaku UMKM

Berdasarkan data dari Kemenkop UKM, para pelaku UMKM mengeluhkan berbagai hal akibat merebaknya wabah virus korona ini. Keluhan-keluhan tersebut terutama menyangkut 5 hal berikut ini.

1. Penjualan Menurun

774 koperasi dan UMKM (68%) mengeluh penjualannya menurun. Penurunkan penjualan dirasakan di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi utara, Sulawesi tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.

2. Kesulitan Mendapatkan Bahan Baku

63 koperasi dan UMKM (6%) menyatakan kesulitan mendapatkan bahan baku. Hal itu terjadi di Banten, DKI Jakarta, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. 

3. Distribusi Terhambat

 111 koperasi dan UMKM (10%) menyatakan terhambat distribusinya. Hal ini terjadi di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timut, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi Utara, dan Banten. 

4. Kesulitan Permodalan

141 koperasi dan UMKM (12%) mengalami masalah permodalan. Hal ini terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jateng, Jatim, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Bali, Jambi, Jawa Barat, Yogyakarta, Bali, dan Kepulauan Riau. 

5. Produksi Terhambat

42 koperasi dan UMKM (4%) menyatakan terhambat produksinya. Hal ini terjadi di Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta.

Jika penyebaran virus korona dan dampaknya tak ditangani secara cepat, sektor UMKM dikhawatirkan akan terpuruk. Padahal, sektor UMKM selama ini mampu menyerap tenaga kerja hingga 97 persen atau 116,98 juta orang. Adapun jumlah UMKM pada 2018 tercatat 64,19 juta unit (99,99 persen).

Dukungan pemerintah

Menghadapi berbagai keluhan pelaku UMKM tersebut, pemerintah melakukan tindakan tepat dengan merelokasikan anggaran dan refocusing kebijakan guna memberikan insentif ekonomi bagi pelaku UMKM dan sektor informal. Kebijakan itu tentu diharapkan bisa membuat UMKM tetap bisa berproduksi dan beraktivitas serta tidak melakukan PHK.

Dalam kaitan ini, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa nasabah usaha mikro dan usaha kecil akan diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun sekaligus penurunan bunga. Hal yang sama berlaku bagi pengemudi ojek daring dan sopir taksi yang mengambil kredit sepeda motor atau mobil, serta nelayan yang memiliki kredit perahu.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai solusi bagi dampak ekonomis penyebaran Covid-19. POJK Republik Indonesia Nomor 11/Pojk.03/2020 itu menyatakan bahwa bank akan menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitor yang terkena dampak penyebaran Covid-19, termasuk debitor UMKM. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan.

Namun, pelaku UMKM tentunya tak boleh hanya bersandar pada kelonggaran kredit dari pemerintah. Mereka juga harus melakukan beragam terobosan dan strategi agar dapat bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.

Beberapa strategi untuk bertahan

Para pelaku usaha memerlukan beberapa langkah untuk dapat bertahan. Perubahan pada pengaturan arus keuangan perusahaan, misalnya, perlu dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan bisnisnya agar berkelanjutan. 

Bank DBS Indonesia pada pertengahan April lalu menyelenggarakan SME Academy Talks secara online. Gelar wicara tersebut bertujuan memberikan wawasan bagi pelaku bisnis, khususnya usaha kecil dan menengah atau UKM, di tengah pandemi. Di antara pembicara yang hadir dalam acara itu adalah Yasa Singgih, pendiri merek busana pria terkenal, Men’s Republic. Hadir pula Rudi Antoni, pakar bisnis yang turut memberikan tips bagi pelaku usaha untuk bisa bertahan pada masa-masa sulit ini. 

Berikut adalah saran yang bisa diterapkan oleh para pelaku usaha dalam menghadapi kondisi pasar yang sulit sekarang ini.

1. Mengatur cashflow Dengan Baik

Yasa mengubah caranya dalam menjalankan bisnis, dari yang semula menyerang (attack mode) menjadi bertahan (survival mode). Upaya yang dilakukan mulai dari efisiensi biaya untuk kegiatan branding, menunda kegiatan ekspansi perusahaan, hingga menunda kampanye promosi lebaran.  Di internal perusahaan, ia memberlakukan cuti tak-berbayar (unpaid leave), pemotongan gaji bagi beberapa karyawan, bahkan ia sendiri tidak mengambil gaji. Langkah tersebut dibutuhkan untuk menjaga cashflow jangka panjang, mengingat belum adanya kepastian kapan pandemi akan berakhir.

2. Berempati dan Menjaga Komunikasi

Menurut Yasa, hal terpenting dalam menjalankan bisnis bukan sekadar untung, tetapi juga menyediakan apa yang dibutuhkan konsumen. Dengan kondisi saat ini, alat kesehatan menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Karena itu, Men’s Republic memproduksi dan menjual masker. Ia juga menyampaikan kepada pelanggan bahwa dengan membeli produk tersebut mereka telah membantu para perajin agar dapat bertahan hidup dan membantu masyarakat agar mudah mendapatkan masker. 

3. Pengaturan Karyawan

Yasa memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah (work from home, WFH) dan mewajibkan karyawannya mengisi aplikasi update pekerjaan guna menjaga produktivitas perusahaan. Rudi menambahkan, pelaku bisnis juga perlu untuk membuat rencana harian dengan minimal enam aktivitas yang harus dilakukan, mulai yang paling prioritas atau yang dapat memberikan pemasukan bagi perusahaan.Strategi

 4. Strategi Marketing yang Baru

Selama masa pandemi ini, kebutuhan masyarakat mengalami pergeseran. Sekarang mereka cenderung mengesampingkan hal-hal sekunder, seperti kebutuhan busana, termasuk sepatu. Untuk merangsang minat beli masyarakat, salah satunya adalah dengan memberikan potongan harga untuk semua produk. Rudi menambahkan, konsumen memutuskan membeli sesuatu ditentukan pertimbangan logikanya sebesar hanya 20% dan pertimbangan emosionalnya sebesar 80%. Oleh karena itu, perusahaan perlu memaksimalkan aspek emosional pembeli, misalnya dengan mendonasikan sebagian keuntungan.

5. Memanfaatkan Layanan Perbankan

Para pelaku usaha dituntut mampu memanfaatkan layanan-layanan perbankan daring (online) secara optimal. Banyak bank yang menawarkan layanan-layanan semacam itu, yang akan memudahkan para pelaku usaha menjalankan bisnisnya. (*)

*Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi, Prodi Manajemen, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *