Layang-Layang Eksis di Tengah PSBB Berkepanjangan di Banten

BANTEN;LENSAMETRO – Layang-layang adalah permainan tradisional yang kini eksis di tengah pandemi.

Pantauan lensametro.com, seluruh wilayah di Provinsi Banten, warga memilih hiburan main layang-layang di tengah pandemi Covid-19 dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berkepanjangan di wilayah Banten.

Berbagai cara dilakukan warga dalam masa pandemi seperti menggelar lomba layang-layang.

Di Kabupaten Tangerang, tepatnya di Desa Ciakar, Kecamatan Panongan. Hampir setiap pagi dan malam warga menggelar lomba layang-layang.

“Yang layang-layang bertahan paling terakhir itulah juaranya,” ujar Daerobi, salah salah satu pemuda Cikakar kepada wartawan, Minggu (25/10/2020)

Lanjutnya, biasanya terdapat sekitar maksimal 50 layang-layang yang diikat di salah satu tiang atau patok.

“Satu orang boleh menerbangkan maksimal 3 sampai 5 layang-layang untuk didaftarkan ke panitia,” tandasnya.

Sementara di Kabupaten Pandeglang, permainan layang-layang dikenal dengan sebutan “Ngajar layangan”.

Menariknya, ngajar layangan ini digandrungi oleh berbagai eskalasi usia, baik anak-anak, remaja atau bahkan bapak-bapak.

Salah satu warga Kampung Babakan Pandeglang, Suryana, mengaku ngajar layangang bagi dirinya adalah sebagai bentuk refleshing dan ajang silaturahmi.

“Hiburan di masa pandemi, bersilaturahmi lewat layang-layang,” tandasnya.

Di salah satu lapangan sawah di Babakan sang pengadu layangan saling unjuk kebolehan agar layangan lawannya putus. Berbagai jenis layangan dengan macam-macam motif dan bentuk terjejer untuk diadu.

Lomba layang-layang di Pandeglang, Banten/OKI Lensametro

Sejarah Layang-Layang di Nusantara

Mengutip Wikipedia Indonesia, catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 SM. Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua periode mesolitik di pulau Muna, Sulawesi Tenggara, yang telah ada sejak 9500-9000 tahun SM.

Lukisan tersebut menggambarkan layang-layang yang disebut kaghati, yang masih digunakan oleh orang-orang Muna modern. Layang-layang terbuat dari daun kolope (umbi hutan) untuk layar induk, kulit bambu sebagai bingkai, dan serat nanas hutan yang dililitkan sebagai tali.

Namun, terjadi perkembangan pada layang-layang modern. Sebab saat ini menggunakan senar sebagai tali.

Terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara, karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan.

Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) abad ke-17 yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan. (oq/joe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *