Ketua KSPSI Tangerang Ini Sebut  RUU Omnibus Law Sama Menakutkan Dengan Covid-19

TANGERANG; LENSAMETRO— Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang Ahmad Supriadi menilai pengesahan RUU Omnibus Lawa Cipta Kerja oleh DPR RI sama menakutkan dengan covid-19.

“RUU Omnimbus Law Cipta Kerja tidak jauh beda menakutkan dari Covid-19 dan sama-sama matikan,” ujar Ahmad Supriadi, saat menanggapi pengesahan RUU Omnibus Law oleh DPR.

Baca Juga ; Buruh Vs Buruh di Aksi Omnibus Law , 4 Orang Ditetapkan Tersangka

Menurut Ahmad, virus korona yang menular pada manusia dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang cepat. Sedangkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan membunuh generasi pekerja dan buruh dalam waktu yang sangat panjang.

“Sehingga sebuah keharusan serikat pekerja dan serikat buruh untuk menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja,” tegasnya.

Untuk menanggapi hal tersebut, ia mengungkapkan pihaknya akan kembali menggelar aksi unjuk rasa sebagi bentuk penolakan.

Khusus di Kabupaten Tangerang, terang Ahmad, aksi unjuk rasa dipusatkan di kawasan Kantor Bupati Tangerang.

“Sekitar 1.500 buruh dari 172 perusahaan yang tergabung di SPSI Kabupaten Tangerang akan dikerahkan,” tukasnya.

Ia menjelaskan, aksi akan digelar selama tiga hari yakni pada 6 Oktober 2020 ke pusat pemerintahan.

Baca Juga ; Ini Tanggapan KSPSI Atas Penetapan Tersangka Buruh Sweeping di Aksi Omnibus Law

“Kalau saya ke Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan. Kemudian tanggal 7 di lokasi perusahaan masing masing dan tanggal 8 ke DPR RI,” paparnya.

Ia mengatakan, aksi unjuk rasa buruh menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada 6-8 Oktober itu dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

Para buruh menilai, undang-undang yang disebut-sebut bakal menghilangkan pesangon dan melegalkan sistem outsourcing di semua bidang pekerjaan itu sangat tidak pro pada kesejahteraan buruh.

Baca Juga ; Peringati MayDay, KSPSI Sumbang Ratusan APD ke Tenaga Medis di Tangerang

“Upah minimum berdasarkan undang-undang tersebut tidak akan mengalami kenaikan setiap tahun. Terus pekerja kontrak itu tidak berbatas waktu. Tidak ada keberpihakan kepada buruh, jadi mutunya itu lebih rendah dari UU 13 Tahun 2003,” terangnya. (stu/joe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *