JAKARTA; LENSAMETRO- Keputusan Presiden RI Joko Widodo menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, patut didukung oleh semua kalangan.
Demikian dikatakan Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Firdaus dalam keterangan persnya.
Dengan penundaan pembahasan salah satu RUU tersebut, kata Firdaus, pemerintah telah mendengarkan aspirasi masyarakat sebagaimana keberatan yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh.
“Setidaknya Presiden telah menunda pembahasan salah satu RUU yang semula akan dibahas bersama RUU lainnya, yaitu RUU KUHP,” ujar Firdaus, Sabtu (25/04/2020).
Sementara Wakil ketua Dewan Penasehat SMSI Pusat Taufiqurahman Ruki meminta jajaran pengurus SMSI agar tetap mencermati RUU Omnibus Law secara menyeluruh.
“Pembahasan RUU Omnibus Law, seharusnya juga lebih disoroti SMSI karena berpotensi mementahkan banyak UU,” ujar Wakil ketua Dewan Penasehat SMSI Pusat ini.
Dalam kondisi seperti ini, kata dia, sebaiknya anggota DPR tidak melanjutkan pembahasan omnibus law ini secara keseluruhan. Karena kurang tepat jika dipaksakan untuk segera diputuskan.
“Idenya bagus, tetapi secara substansi harus cermat. Nah kecermatan ini yang kita susah dapatkan dalam kondisi DPR dan situasi publik secara nasional seperti saat ini” ujar Taufiequrahman Ruki yang kini juga memimpin Perkumpulan Urang Banten (PUB) yang tersebar di Indonesia dan berbagai belahan dunia.
Menurut Taufiequrrahman Ruki, yang menjadi prioritas harus dilakukan DPR kondisi menghadapi Covid-19 seperti ini adalah dengan merivisi UU APBN “revisi UU APBN” tandas mantan ketua KPK ini.
Sebelumya diberitakan, rencana pembahasan RUU-RUU tersebut Dewan Pers meminta pemerintah dan DPR menundanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Firdaus dan jajaran kepengurusan SMSI di seluruh Indonesia yang beranggotakan 600 media siber.
SMSI menudukung Dewan Pers yang secara tegas menolak pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja karena pemerintah perlu fokus menangani Pandemi Covid-19, selain di dalam RUU tersebut terdapat pasal yang dapat mendegradasi kemerdekaan pers. (lis/joe)