Diskusi Publik JMSI: Menyingkap Manuver Politik Jelang Pilgub DKI Jakarta

Redaksi
21 Agu 2024 18:44
3 menit membaca

JAKARTA (Lensametro.com) – Menjelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, berbagai dinamika politik semakin memanas, menyoroti siapa yang layak memimpin ibu kota. Menanggapi situasi ini, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jakarta menyelenggarakan diskusi publik pada Rabu (21/8/2024) di Jakarta Pusat.

Ketua Pengurus Daerah JMSI Jakarta, Wayan Sudane, menyatakan bahwa diskusi ini bertujuan untuk membahas berbagai kemungkinan yang akan terjadi dalam pemilihan gubernur mendatang, terutama terkait perbedaan pendapat antara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan pembahasan di DPR.

“Dinamika politik saat ini sangat dinamis menjelang Pilkada, terutama di Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan Indonesia. Diskusi ini memberikan ruang bagi publik Jakarta untuk lebih mengenal siapa yang nantinya akan memimpin mereka,” kata Wayan.

Wayan juga menambahkan bahwa kejutan terbaru dari MK pada Selasa (20/8/2024) semakin memperumit situasi, terutama setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas hal tersebut dengan pendapat yang tampaknya bertentangan dengan putusan MK.

“Diskusi ini akan memperjelas berbagai kemungkinan yang bisa terjadi,” pungkasnya.

Dalam acara yang bertema “Siapa Layak Pimpin Jakarta?” ini, hadir dua pengamat politik terkemuka, Prof. Ikrar Nusa Bhakti dan Ujang Komarudin, sebagai narasumber.

Prof. Ikrar Nusa Bhakti menyoroti koalisi besar KIM Plus yang mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono, dan menganggapnya sebagai tindakan yang tidak lazim dalam demokrasi. Ia bahkan menyebut langkah tersebut sebagai permainan elit politik yang menciptakan ‘tirani minoritas’ dan ‘dictator mayoritas’.

“Tindakan dari KIM Plus menurut saya tidak lazim dalam demokrasi. Ini bagian dari permainan elit politik, atau seperti yang saya sebut sebagai tirani minoritas,” tegas Prof. Ikrar.

Ia juga membahas putusan MK terkait batas usia calon kepala daerah yang dianulir oleh Baleg DPR, serta menyebut Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Kaesang Pangarep, yang belum mencapai usia 30 tahun saat pendaftaran terakhir pada 29 Agustus mendatang, sehingga tidak memenuhi syarat untuk maju sebagai calon.

“Tetapi pada sore ini, DPR tampaknya menganulir putusan MK tersebut,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik Ujang Komarudin menanggapi skema KIM Plus yang menurutnya dirancang untuk mengeliminasi Anies Baswedan, bahkan diduga sebagai bagian dari permintaan Ridwan Kamil.

“Skema KIM Plus dibuat untuk mengeliminasi Anies, sesuai permintaan Ridwan Kamil,” ungkap Ujang.

Lebih lanjut, Ujang menyoroti hasil sidang Baleg DPR yang mengubah putusan MK terkait syarat batas usia calon kepala daerah. Menurutnya, DPR tidak bisa mengubah aturan yang sudah diputuskan oleh MK karena bersifat final dan mengikat.

“MK sudah memutuskan pada tahun 2018 bahwa jika ada produk hukum lain yang bertentangan dengan MK, maka itu dianggap inkonstitusional,” jelas Ujang.

“Jadi, ketika DPR memutuskan di luar putusan MK, tidak mengikuti putusan MK, mohon maaf, Pilkadanya bisa tidak sah,” tegasnya. [LM]