Darurat, Pemkab Tangerang Kelola Sampah dengan Cara Primitif, Padahal Sampah Bukan Meteor yang Jatuh dari Langit

doni
15 Nov 2025 00:56
5 menit membaca

Status darurat sampah untuk Kabupaten Tangerang bukan hal yang tidak terduga. Label memalukan itu disematkan lantaran Pemkab Tangerang masih melakukan open dumping, metode pengelolaan sampah yang primitif, padahal sampah bukan meteor yang jatuh dari langit

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP menjatuhkan vonis kepada Kabupaten Tangerang sebagai daerah darurat sampah. Daerah dengan jargon “semakin gemilang” diberi gelar memalukan itu lantaran masih melaksanakan pengelolaan sampah secara primitif: open dumping. 

Seperti meluapkan kekesalan, Senin, (13/10/2025), Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq meneken Surat Keputusan (SK) Nomor 2567 Tahun 2025 tentang Daerah Dengan Kedaruratan Sampah. Salah satu daerah yang dilabeli daerah darurat sampah adalah Kabupaten Tangerang.

Melalui akun Instagram-nya, Hanif menjelaskan, langkah penetapan itu jadi peringatan serius. Sebab masalah sampah telah sangat mengancam baik kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

“Tumpukan sampah yang tak terkelola dengan baik bukan hanya soal bau dan pemandangan yang tak sedap. la adalah sumber penyakit, pencemar air dan tanah, sekaligus ancaman bagi masa depan generasi kita,” tulis Hanif dikutip Jumat (14/11/2025).

Status sebagai daerah darurat sampah adalah bahasa lain dari: daerah yang tidak becus mengelola sampah. Cara Pemkab Tangerang mengelola sampah adalah dengan open dumping, yaitu menumpuk, menimbun, lalu membiarkan begitu saja hingga menggunung. Sebuah metode kelola yang kuno untuk daerah yang katanya maju, tapi kebijakan pejabatnya justru mundur.

Gara-gara mengelola sampah dengan cara jadul itu, Pemkab Tangerang pun dijatuhi sanksi sanksi administratif melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 250 Tahun 2025. Pemkab Tangerang diberi waktu selama 180 hari sejak 7 Maret 2025 untuk beralih dari sistem open dumping ke sanitary landfill.

Mungkin karena tak percaya pada Pemkab Tangerang, tak sampai 180 hari sejak sanksi administratif dijatuhkan, Menteri LH menutup TPA Jatiwaringin, Jumat (16/5/2025). Tak hanya itu, Menteri LH juga mengancam bakal mempidanakan pengelolaan sampah di TPA Jatiwaringin.

Pengakuan Kegagalan dan PSEL yang Dijadikan Gantungan

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang Ujat Sudrajat membenarkan Kabupaten Tangerang masuk daerah darurat sampah.

“Iya, Kabupaten Tangerang masuk dalam kategori wilayah darurat sampah,” kata Ujat, Kamis (13/11/2025).

Afirmasi Ujat adalah pengakuan telanjang bahwa ada ketidakberesan pengelolaan sampah di Kabupaten Tangerang. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tangerang tahun 2025 menembus Rp8,6 triliun. APBD terbesar di Provinsi Banten, tapi cara Pemkab Tangerang mengelola sampah seperti daerah yang tidak punya duit sama sekali.

Ujat juga mengatakan, tidak hanya Kabupaten Tangerang yang ditetapkan sebagai daerah darurat sampah. Ada 336 daerah lain yang juga masuk daftar daerah darurat sampah. Ini adalah pernyataan menyedihkan. Semacam pledoi, bahwa meski melakukan kesalahan, tapi tidak sendirian. Padahal di Indonesia ada 514 kabupaten/kota, harusnya Kabupaten Tangerang berada pada rombongan kabupaten/kota yang tidak masuk daftar hitam itu.

“Dengan dikeluarkannya kondisi darurat itu, sebenarnya Kementerian memberikan ruang supaya upaya-upaya lebih intensif di pemda masing-masing, dalam penanganan sampah,” kata Ujat.

Bagus saja menganggap label dari Kementerian LH sebagai motivasi. Tapi, tanpa langkah strategis, klaim Ujat itu hanyalah omong kosong, ciri khas birokrat yang pandai berbohong. Buktinya, Ujat justru menggantungkan harapan penyelesaian sampah ke Pemerintah Pusat melalui Program Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).

Alih-alih memperbaiki, Ujat malah menjadikan PSEL sebagai jalan pintas untuk kabur dari tanggung jawab. Dia mengklaim, PSEL berangkat dari persoalan darurat sampah. Padahal program itu dirilis sebelum adanya penetapan daerah darurat sampah, yang oleh Ujat sendiri hal itu diakui.

Seraya menyebut bahwa PSEL adalah upaya strategis, Ujat berdalih upaya pengelolaan sampah tidak boleh setengah-setengah. Sebuah pengakuan bahwa selama ini pengelolaan sampah di Kabupaten Tangerang memang dilakukan setengah-setengah.

“Makanya Pemerintah pusat turun tangan langsung dengan program PSEL yang biayanya lewat Danantara,” ucap Ujat.

Ujat seperti sedang bercermin di lampu petromak. Dengan turun tangannya Pemerintah Pusat, justru menjadi indikasi bahwa Pemerintah Pusat tidak percaya kepada Pemkab Tangerang untuk menuntaskan persoalan sampah. Tidak hanya itu, turunnya Pemerintah Pusat juga menjadi sinyal kuat bahwa Pemkab Tangerang tidak sanggup menyelesaikan krisis sampah tanpa intervensi pusat. Bukankah seorang anak buah harusnya malu saat bosnya turun tangan mengerjakan pekerjaannya?

Persoalan Sampah Bukan Bencana Alam

Yang lebih bikin dongkol, Ujat punya pikiran untuk menggunakan anggaran dari pos Biaya Tidak Terduga (BTT). Hal itu, kata Ujat, lantaran tidak ada lagi ruang fiskal atau anggaran yang bisa digunakan untuk menanggulangi darurat sampah.

“Dengan kondisi darurat, Pemda mungkin bisa menggunakan instrumen biaya tidak terduga, kalau masih tersedia uangnya, untuk bagaimana penanganan sampah,” dalih Ujat.

Pernyataan Ujat adalah pernyataan konyol. Biaya Tidak Terduga (BTT) jelas diperuntukkan untuk kondisi darurat, yang tidak terduga. Status darurat sampah bukanlah sesuatu yang tidak terduga. Kondisi itu jelas bisa duga. Persoalan sampah bukan bencana alam, tapi kegagalan Pemkab Tangerang

Darurat sampah di Kabupaten Tangerang adalah hasil dari buruknya kualitas perencanaan, bobroknya manajemen pengelolaan, dan bau amisnya penggunaan anggaran. Dan hal itu terus jadi kebiasaan, sementara kian hari sampah makin menggunung, yang andai tidak ditegur keras Kementerian LH, bisa jadi sampah di Kabupaten Tangerang akan setinggi Gunung Karang.

Sebuah ironi, saat mendapat rapor dengan nilai yang merah menyala, Ujat menyebutnya sebagai kondisi darurat yang tidak terduga. Sungguh, Ujat memiliki selera humor yang luar biasa.

Sebagaimana diketahui, Pemkab Tangerang mendongkrak anggaran BTT dari Rp30 miliar di APBD murni, menjadi Rp. 46.663.368.215 atau dibulatkan Rp46,6 miliar. Naik sebesar Rp16.663.368.215. Jangan-jangan, kenaikan anggaran itulah yang diincar Ujat.

Pemkab Tangerang Tidur, Pusat Turun Tangan Mengatur

Status daerah darurat sampah bagi Kabupaten Tangerang bukan alarm, melainkan guyuran seember air kepada para aparatur yang selama ini kerjanya cuma tidur. Persoalan sampah tak hanya soal bahaya kesehatan atau kerusakan lingkungan, tapi bentuk nyata kegagalan Pemkab Tangerang mengelola sampah yang sangat membahayakan warga.

Publik menunggu, apa yang akan dilakukan Pemkab Tangerang selanjutnya. Apakah akan berbenah, atau melanjutkan tidur karena sudah ada Pemerintah Pusat yang turun mengatur.